Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang terjadi ketika telur yang dibuahi oleh sperma berimplantasi dan tumbuh di luar dinding rongga rahim (endometrium). Kehamilan ektopik, atau yang lebih dikenal sebagai hamil di luar kandungan, merupakan suatu kehamilan yang berisiko tinggi karena besarnya kemungkinan untuk terjadinya keadaan yang gawat selama perkembangan kehamilan, seperti terjadinya ruptur (robek) pada tempat berkembangnya janin diluar kandungan.
Pada kehamilan ektopik, janin dapat berkembang pada pada saluran telur (tuba falopii), pada leher rahim (serviks), pada indung telur (ovarium), dll. Rupturnya organ-organ tersebut dapat menyebabkan terjadinya perdarahan dan hal tersebut akan berisiko tinggi menyebabkan kematian bagi ibu hamil.
Di Inggris sendiri diketahui bahwa 5 orang wanita meninggal setiap tahunnya akibat komplikasi dari kehamilan ektopik. Bahkan pada negara berkembang, 1 dari 10 kehamilan ektopik akan berakhir pada kematian ibu.
Gambar : Lokasi-lokasi pertumbuhan janin pada kehamilan ektopik.
Hingga saat ini kasus kehamilan ektopik sudah cukup sering ditemukan, yaitu sekitar 1 dari 28-329 wanita hamil mengalami kehamilan ektopik, namun penegakkan diagnosis kehamilan ektopik masih sulit untuk dilakukan secara dini dan akurat karena gambaran klinisnya yang sangat bervariasi dan tidak khas.
Atas dasar hal tersebut, para peneliti dari Universitas Edinburgh yang dipimpin oleh Dr. Andrew Horne melakukan sebuah penelitian untuk menemukan suatu metode penegakkan diagnosis dini kehamilan ektopik yang sederhana dan akurat.
Penelitian tersebut dilakukan terhadap 8 orang wanita yang menjalani pembedahan untuk terminasi kehamilan intrauterin (di dalam rahim), 6 orang wanita menjalani evakuasi janin dari rahim karena keguguran dan 11 orang wanita yang menjalani pembedahan karena kehamilan ektopik.
Jaringan endometrium (dinding rahim) mereka dikumpulkan untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Dari hasil penelitian tersebut didapatkan bahwa desidua endometrium wanita dengan kehamilan ektopik mengekspresikan subunit beta-B lebih rendah dibandingkan dengan yang diekspresikan oleh desidua endometrium wanita dengan kehamilan normal ataupun keguguran. Subunit beta-B dapat dideteksi di sirkulasi sebagai activin B. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa konsentrasi protein activin B dalam sirkulasi akan menurun pada kehamilan ektopik.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diterbitkan dalam jurnal Human Reproduction tersebut, para peneliti dari Universitas Edinburgh berharap protein activin B dapat digunakan sebagai kunci untuk diagonsis dini kehamilan ektopik. Kehamilan ektopik yang telah terdiagnosis harus segera diakhiri untuk mencegah terjadinya ruptur organ.
Dengan deteksi dini dan penanganan yang tepat terhadap kasus kehamilan ektopik, diharapkan angka kematian ibu akibat kehamilan ektopik dapat diturunkan.