Ketika bayi berusia 2 bulan, seringkali Ibu menemukan buah hati mengalami kemerahan pada kulit yang terasa gatal pada kedua pipi, tangan maupun kaki. Hal ini tentu membuat Ibu merasa khawatir.
Kemerahan pada kulit ini terasa gatal sehingga bayi menjadi rewel dan sering menangis. Masalah kulit ini kerapa kita kenal dengan nama eksim susu. Dalam dunia medis, eksim susu yang merupakan peradangan kulit kronis dan sering kambuh dikenal dengan nama dermatitis atopi.
Dermatitis atopi atau eksim susu ini merupakan kondisi kelainan kulit yang biasanya diturunkan dari orang tuanya. Selain itu juga terdapat hubungan antara dermatitis atopi dengan alergi saluran napas karena ditemukan 80% anak dengan dermatitis atopi juga mengalami asma bronkial atau rinitis alergik. Karena pengaruh keturunan, kelainan kulit ini memang sulit dihadapi.
Secercah harapan muncul dari hasil studi yang dipublikasi tanggal 27 Maret kemarin. David A. Osborn, PhD, dari Central Clinical School, Discipline of Obstetrics, Gynaecology and Neonatology, dan John KH Sinn, dari Department of Neonatology, Royal North Shore Hospital, keduanya dari University of Sydney, Australia melakukan studi terhadap laporan-laporan kasus dermatitis atopi pada bayi dan anak
. Meskipun hasilnya masih memerlukan penelitian lebih lanjut, namun secara umum ditemukan bahwa pemberian prebiotik yang ditambahkan ke dalam susu formula ataupun ASI dapat mencegah terjadinya eksim pada bayi dan anak hingga usia 2 tahun.
Prebiotik merupakan komponen yang tidak dapat dicerna usus yang terdapat dalam buah-buahan dan sayur-sayuran yang dapat ditambahkan ke dalam susu formula atau air susu ibu yang berfungsi untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan bakteri baik di dalam usus. Prebiotik berbeda dengan probiotik. Probiotik adalah bakteri baik yang biasa ditambahkan ke dalam yoghurt dan susu formula.
Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk mengetahui apakah pemberian prebiotik pada
susu formula atau ASI dapat mencegah terjadinya eksim pada seluruh anak atau hanya pada bayi dan anak yang memiliki risiko tinggi.
sumber: klikdokter(dot)com