Beberapa tahun lalu penduduk bumi mulai dihebohkan dengan pemaparan fakta-fakta mengenai global warming yang cukup gencar dari para ilmuwan dan pengamat lingkungan. Dampak dari masalah ini tidak main-main, sangat serius, dan kita berpacu dengan waktu untuk mencegah bumi makin hancur dan terpuruk hingga sampai di titik di mana kita tidak bisa memperbaikinya lagi. Segenap individu yang berbagi ruang di bumi ini mau tidak mau dan suka tidak suka harus mulai turut andil meski dengan cara yang paling sederhana sekalipun, tidak terkecuali para profesional di bidang medis, para dokter dan dokter gigi.
Hingga saat ini, fokus dari isu lingkungan masih lebih berat kepada masalah limbah rumah tangga dan industri. Padahal limbah medis tidak kalah bahayanya, malah bisa jauh lebih berbahaya bagi lingkungan sekitar. Bayangkan saja, berapa banyak sarung tangan, masker, kapas, dan jarum suntik bekas yang habis terpakai setiap harinya. Barang-barang tersebut sangat berpotensi untuk menularkan penyakit yang penularannya melalui cairan tubuh dan darah. Itu baru perlengkapan standar yang rutin digunakan, belum lagi bahan-bahan tambal yang mengandung bahan kimia dan merkuri, limbah pencucian film
X-ray, pisau bedah dan benda tajam lain, serta bahan-bahan kimia beracun lain yang bila dibuang bersama-sama dengan sampah rumah tangga dapat meracuni air tanah atau terbawa dengan aliran pembuangan di selokan lalu ke sungai dan ke laut.
Akhir-akhir ini slogan “
Green dentistry” mulai diperkenalkan dan makin didengungkan di kalangan dokter gigi. Tidak mudah untuk mengubah
mind set dan cara kerja yang telah dijalani selama bertahun-tahun, dan mengubah klinik menjadi lebih “hijau” mungkin akan membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Namun setidaknya kesadaran untuk melangkah ke arah sana harus mulai dibangkitkan. Pasti ada langkah yang dapat ditempuh, mulai dari yang paling sederhana.
Bagaimana caranya?
Kelola limbah medis
Pemilahan sampah medis dengan sampah rumah tangga sangat penting dilakukan. Sampah medis harus ditempatkan dengan tempat penampungan tersendiri dan diberi label, dan kemudian dimusnahkan sesuai dengan kriteria sampah menggunakan
incinerator (alat pembakaran) yang memenuhi standar yang telah ditetapkan oleh WHO.
Hal ini telah diatur dalam Peraturan Pemerintah RI No. 12 tahun 1995, yang salah satu pasalnya berbunyi “Penghasil limbah B3 wajib melakukan pengolahan limbah B3,” di mana limbah B3 yang dimaksud disini adalah limbah bahan berbahaya dan beracun.
Bagi klinik swasta maupun rumah sakit yang belum memiliki incinerator sendiri, sampah medisnya harus diangkut ke rumah sakit atau badan usaha lain yang menyediakan fasilitas pemusnahan sampah medis, di Jakarta antara lain tersedia di RS Fatmawati.
Bahan tambal amalgam yang mengandung merkuri jangan dibuang sembarangan. Beberapa klinik telah menggunakan sistem filtrasi pada saluran pembuangan di dental unit untuk menyaring amalgam sehingga tidak mengkontaminasi air tanah.
Kurangi pemakaian energi
Kita sering berpikir untuk menghemat listrik dan menggunakan green products di rumah, namun masih sedikit yang menerapkannya di klinik ataupun rumah sakit. Sama halnya seperti dirumah, listrik di tempat praktek dapat dihemat dengan memilih lampu hemat energi, mematikan barang elektronik yang tidak sedang digunakan, dan menghindari pemakaian pendingin ruangan apalagi dengan suhu yang sangat rendah karena memakan energi yang lebih besar.
Kurangi pemakaian air
Hand instrument yang digunakan dokter gigi saat menangani satu pasien cukup banyak, dan alat tersebut harus diganti saat menghadapi pasien baru. Jadi dapat dibayangkan banyaknya air yang diperlukan untuk mencuci alat, belum lagi pemakaian air pada dental unit, dan untuk operasional lainnya. Oleh karena itu, pemakaian air harus seefisien mungkin dan melibatkan juga peran serta dari dental assistant masing-masing karena umumnya pekerjaan tersebut tidak dikerjakan sendiri oleh dokter gigi.
Meski terlihat sepele, penggunaan toilet yang hemat air pun dapat membantu mengurangi pemakaian air. Alat sterilisator juga dapat dipilih yang menggunakan uap (
steam-based sterilization) dan tidak mengandung bahan kimia beracun. Para personel di lingkungan klinik maupun pasien dapat dihimbau untuk menggunakan tisu toilet secukupnya.
Gunakan produk daur ulang dan ramah lingkungan
Dengan memakai produk daur ulang, sama saja dengan mengurangi sampah. Sebisa mungkin gunakan kembali botol, kertas, atau barang apapun yang masih layak pakai atau dapat didaur ulang. Hindari pemakaian kantong plastik yang berlebihan, dan gunakan kertas pada kedua sisinya. Kertas daur ulang juga kini makin banyak tersedia dengan harga yang relatif murah, sekaligus dapat membantu perekonomian produsennya yang rata-rata adalah pengusaha kecil dan menengah. Selain itu bisa juga dengan menggunakan penutup dada yang berbahan kain saat mengerjakan pasien sehingga dapat dicuci kembali, bukan yang sekali pakai (
disposable).
Pahami dan terapkan konsep “green building”
Klinik maupun rumah sakit yang baru akan dibangun ada baiknya menggunakan konsep ini, di mana seluruh komponen bangunan bersifat ramah lingkungan. Salah satu caranya adalah memaksimalkan ventilasi dan jendela untuk mengurangi pemakaian pendingin udara dan lampu terutama di siang hari. Disain klinik harus betul-betul diperhatikan agar sirkulasi udara dan pencahayaan cukup memadai.
“Go Digital”
Walau biayanya cukup besar, saat ini makin banyak para profesional medis yang mulai beralih dari tradisional ke digital X-Ray. Pemanfaatan digital x-ray memberi manfaat yang sangat signifikan, di mana rontgen digital tidak membutuhkan film, tidak melalui pemrosesan dengan bahan kimia, membutuhkan energi listrik yang lebih kecil, dan memperkecil radiasi pada pasien dan operator. Datanya pun dapat disimpan dan diolah secara komputerisasi.
So, dentists let’s go green !!!!